Sambas//Gntv Indonesia// Kalbar. Nepotisme jabatan serta Rangkap jabatan di suatu Pemerintahan Desa,dan juga seorang Kadus dan seorang Kaur Desa sebagai penerima Program Bansos (Bantuan Sosial) karena mereka memiliki penghasilan tetap dan umumnya tidak memenuhi kriteria penerima bansos, meskipun ada pengecualian untuk santunan khusus. Selain itu, perangkat desa juga dilarang keras merangkap jabatan lain, baik itu sebagai ASN PPPK, anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), maupun jabatan lain di luar tugas pokoknya.(02/10/25)
Hal ini terjadi di Pemerintahan Desa Sekuduk,Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas Kalimantan Barat,dimana Kades, Sekdes,Ketua BPD adalah saudara kandung,dah kemudian seorang Ketua BPD dan seorang Kaur Desa Merangkap Jabatan di instansi dinas Pendidikan sebagai tenaga pendidik/guru.
Kemudian seorang Jabatan Kadus dan seorang jabatan Kaur Desa di Desa Sekuduk mendapat Program Bansos,hal ini sudah terjadi cukup lama,berdasar kan informasi dari masyarakat dan dari data penerima bansos.
Dalam hal ini Masyarakat Kabupaten Sambas pada umumnya,dan masyarakat Desa Sekuduk khususnya,bertanya-tanya,apakah secara hukum ini di benarkan, atau melanggar aturan hukum yang berlaku.
Dari Keterangan Kades Desa Sekuduk (Iskandar) saat di konfirmasi via whatsapp menjelaskan dalam isi pesan whatsapp menuliskan dari 3 point terkait Nepotisme jabatan,rangkap jabatan,dan mengenai pegawainya sebagai penerima bansos,menyatakan.
"Yang menjabat sebagai Perangkat desa dan BPD seluruhnya melewati proses sesuai regulasi. Perangkat desa (Sekdes) lewat penjaringan dan anggota BPD lewat pemilihan secara demokratis.
Kebetulan saja Sekdes dan Ketua BPD adalah saudara kandung",terang Kades
"Ada Kaur yg menjadi pendidik di MTs YASTI (Sekokah Swasta di Desa Sekuduk). Tenaga mereka diperlukan oleh MTS dan mereka mengajar pada diluar jam kerja (Sekolah sore).
Anggota BPD yang mengajar di SDN, sudah pernah konsultasi ke Ultra desa. Rekom atau sarannya adalah diperbolehkan selama mendapat restu dari Pimpinan tempat dia mengajar",tuturnya
Ia melanjutkan ,tidak ada istri perangkat desa (Kaur atau Kadus) yg mendapat bantuan sosial seperti BLT dan PKH,info ini adalah tentang penerima bansos sembako,bukan penerima PKH. Ada perbedaan antara penerima bansos Sembako dengan penerima PKH",bantah Kades.
Menelusuri hal tersebut awak media mendatangi Inspektorat Sambas,di ruang kantor awak media tidak mendapat tanggapan dari pihak inspektorat.
Lanjut konfirmasi ke Ketua PGRI dan sebagai Kabid Pembinaan Penindakan (Aswindirno,S.Pd,.M.Pd.)terkait rangkap jabatan,Aswindirno meminta nama tersebut sebagai tenaga pendidik/guru status P3K.
Atas ada dugaan Perangkat Desa,Kadus dan Kaur Desa,Desa Sekuduk menerima program bansos, melalui bidang jaminan sosial Dinsos Kabupaten Sambas meminta ke awak media data nama kedua orang tersebut.
Script Analisis
Pegawai Pemerintah Desa yang merangkap jabatan, seperti jabatan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kaur Desa yang juga menjadi tenaga pendidik dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), memiliki beberapa regulasi yang perlu diperhatikan.
Tentang Larangan Rangkap Jabatan.
UU Desa No. 6 Tahun 2014 ,Mengatur bahwa perangkat desa dilarang merangkap jabatan, termasuk sebagai ketua dan/atau anggota BPD.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 34 Tahun 2014: Tentang Peraturan Pelaksana UU Desa, juga melarang rangkap jabatan bagi anggota BPD.
Permendagri No. 110 Tahun 2016: Mengatur tentang BPD dan menegaskan larangan rangkap jabatan bagi ASN aktif, termasuk P3K.
Konsekuensi Rangkap Jabatan
Sanksi Administratif: Perangkat desa yang melanggar bisa dikenai teguran lisan/tulis, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian.
Pemutusan Kontrak:
Bagi P3K yang terbukti rangkap jabatan, bisa berujung pada pemutusan kontrak kerja.
Regulasi Terkait P3K
UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara: Menyebutkan ASN (termasuk P3K) harus bebas intervensi politik dan dilarang jabatan ganda yang berpotensi konflik kepentingan.
PP No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK: Mengatur tugas utama P3K dan menekankan pengabdian penuh pada instansi.
Nepotisme dalam pengisian jabatan Kepala Desa (Kades), Sekretaris Desa (Sekdes), dan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang merupakan saudara kandung menimbulkan beberapa pertanyaan terkait transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap regulasi.
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa: Mengatur tentang pemerintahan desa dan prinsip tata kelola yang baik.
Permendagri No. 110 Tahun 2016 tentang BPD: Menekankan pentingnya integritas dan transparansi dalam pengisian jabatan di desa.
UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan: Mengatur tentang asas-asas pemerintahan yang baik, termasuk asas profesionalitas dan akuntabilitas.
Hal ini akan mengarah ke aspek yang perlu diperhatikan seperti.Bisa terjad konflik Kepentingan,dimana hubungan keluarga dekat (saudara kandung) antara Kades, Sekdes, dan Ketua BPD bisa memicu konflik kepentingan dan mengganggu objektivitas pengambilan keputusan.
Pengisian jabatan harus transparan dan berdasarkan kompetensi, bukan hanya hubungan kekerabatan.
Konsentrasi kekuasaan pada keluarga bisa mempengaruhi kinerja dan objektivitas institusi desa,akan bisa berpotensi pelanggaran.
Nepotisme bisa melanggar prinsip meritokrasi dan profesionalitas dalam pemerintahan desa.
Kemudian akan bedampak potensial
kurangnya objektivitas. Keputusan bisa bias karena hubungan keluarga.
Kemudian mengakibatkan rendahnya kepercayaan Masyarakat. Masyarakat mungkin kehilangan kepercayaan pada kepemimpinan desa jika dirasa tidak adil,dan akan timbul
Konflik Internal akan bisa memicu gesekan internal di pemerintahan desa.
Masyarakat kehilangan kepercayaan kepada pemerintah desa terutama karena maladministrasi, seperti korupsi, pungli, dan penyalahgunaan wewenang, serta kinerja yang buruk, kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana desa, dan pengabaian terhadap kebutuhan prioritas desa. Dampaknya adalah ketidakstabilan sosial, penurunan partisipasi publik, dan terhambatnya pembangunan desa.
Jurnalis : Revie