GNTV INDONESIA, KAB. KARAWANG || Aroma dugaan malpraktik medis di tubuh RS Hastein Karawang semakin menyengat. Kasus kematian Ny. Mursiiti (62), warga Kampung Pamahan RT 01/01, Desa Sumberurip, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi, kini menyeret nama besar rumah sakit tersebut ke pusaran sorotan publik. Bukan hanya karena dugaan kelalaian medis yang fatal, tetapi juga lantaran munculnya kontradiksi pernyataan dari pihak rumah sakit sendiri.
Setelah sempat bungkam, perwakilan RS Hastein Karawang akhirnya mendatangi rumah keluarga korban pada Selasa (13/10/2025). Dalam pertemuan itu, mereka mengakui secara terbuka bahwa tidak pernah ada edukasi atau penjelasan medis kepada keluarga pasien sebelum tindakan operasi dilakukan.
Namun ironisnya, ketika Ketua DPRD Kabupaten Karawang meminta keterangan resmi, pihak rumah sakit justru menyampaikan hal sebaliknya, bahwa edukasi kepada keluarga pasien telah dilakukan.
Pernyataan yang saling bertolak belakang ini menimbulkan tanda tanya besar: mana yang benar, dan apa yang sebenarnya ingin disembunyikan?
Sidak DPRD Ungkap Ketidaksinkronan Fakta
Kebingungan publik makin memuncak setelah Komisi IV DPRD Kabupaten Karawang turun tangan dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke RS Hastein Karawang di Rengasdengklok pada Kamis (16/10/2025). Langkah itu diambil sebagai respon atas mencuatnya dugaan malpraktik yang menimpa Ny. Mursiiti, yang meninggal dunia tak lama setelah menjalani operasi di rumah sakit tersebut.
Sekretaris Komisi IV DPRD Karawang, H. Asep Syaripudin (Asep Ibe), mengungkapkan bahwa sidak dilakukan untuk memastikan kebenaran informasi dan mendengar langsung penjelasan dari pihak rumah sakit.
“Kami ingin memastikan faktanya seperti apa. Dari pihak Hastein menyampaikan bahwa pasien sudah diedukasi sebelum pulang. Tapi kami juga tidak tahu seperti apa. Bisa jadi yang disampaikan A, yang diterima keluarga B,” ujar Asep Ibe, dikutip dari NarasiKita.ID.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya meminta RS Hastein menunjukkan bukti dokumentasi atau video edukasi kepada keluarga pasien sebelum pasien diperbolehkan pulang.
“Kami tadi tanya ke pihak RS, apakah ada dokumentasi video waktu memberikan edukasi kepada keluarga pasien sebelum pulang. Karena pasien pascaoperasi itu dalam masa penyembuhan yang sensitif — rentan terhadap infeksi bakteri maupun virus. Harusnya benar-benar dijelaskan dulu sebelum diizinkan pulang,” tegasnya.
Komisi IV juga mendorong pihak RS Hastein untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem manajemen pelayanan, khususnya bagi pasien dengan risiko tinggi pascaoperasi. Pernyataan ini justru memperkuat dugaan bahwa ada inkonsistensi komunikasi dan potensi pengaburan fakta di tubuh manajemen RS Hastein Karawang.
AKPERSI Jabar: “Ada yang Disembunyikan dari Kasus Ini”
Sementara itu, DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) Provinsi Jawa Barat, yang sejak awal mengawal kasus ini, menilai perubahan pernyataan pihak rumah sakit sebagai indikasi ketidaktransparanan dan pelanggaran etik profesi medis.
Ketua DPD AKPERSI Jabar, Ahmad Syarifudin, C.BJ., C.EJ., menegaskan bahwa langkah RS Hastein Karawang terkesan tidak profesional dan berpotensi menyesatkan publik.
“Pernyataan yang berubah-ubah jelas tidak bisa dibiarkan. Kalau memang tidak ada edukasi kepada keluarga pasien, itu pelanggaran etik dan SOP rumah sakit. Tapi kalau mereka bilang sudah, kami minta bukti otentiknya siapa yang diedukasi, kapan, dan dalam bentuk apa,” tegas Ahmad
Menurut Ahmad, pihaknya telah mengirimkan surat resmi bernomor 013/SAK/AKPERSI/VI/2025 kepada Bagian Humas RS Hastein Karawang untuk meminta audiensi dan klarifikasi langsung terkait sejumlah poin penting, antara lain:
1. Prosedur dan standar medis yang diterapkan terhadap pasien.
2. Alasan dilakukannya operasi, serta lokasi sayatan dan pemasangan selang.
3. Kondisi luka besar di bagian perut dan area vital pasien.
4. Dugaan kain kasa tertinggal di dalam tubuh pasien pascaoperasi.
5. Mekanisme pengawasan internal dan tanggung jawab etik rumah sakit.
"Kami mencium ada upaya untuk menutupi fakta. Publik berhak tahu kebenaran. Ini bukan sekadar kelalaian teknis ini menyangkut integritas profesi dokter dan nama baik dunia medis,” tandasnya.
Ujian Integritas Dunia Medis Karawang
Kasus kematian Ny. Mursiiti bukan hanya membuka luka bagi keluarga korban, tetapi juga menjadi ujian besar bagi transparansi dan integritas dunia kesehatan di Karawang.
Publik kini menantikan langkah tegas Dinas Kesehatan dan DPRD Karawang untuk memastikan investigasi berjalan terbuka, tanpa intervensi, dan tanpa upaya menutup-nutupi kesalahan prosedural.
Hingga berita ini dirilis, RS Hastein Karawang belum memberikan tanggapan resmi secara tertulis terhadap surat klarifikasi dari DPD AKPERSI Jabar maupun hasil sidak DPRD.
Namun, tekanan publik semakin besar.
“Kami akan kawal sampai tuntas. Bila ditemukan pelanggaran etik atau hukum, kami siap merekomendasikan langkah hukum lanjutan,” tutup Ahmad Syarifudin dengan nada tegas.
Kasus ini bukan hanya tentang satu pasien yang kehilangan nyawa, tetapi tentang kejujuran, tanggung jawab, dan moralitas sebuah institusi medis terhadap masyarakat yang mempercayakan hidupnya kepada mereka.
Jurnalis / Publis : (Mulis/Tim)