• Jelajahi

    Copyright © GLOBAL NEWS TV INDONESIA
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Adsense

    GNTV INDONESIA

    "www.globalnewstvindonesia.com"
    www.globalnewstvindonesia.com
    www.globalnewstvindonesia.com

    Iklan

    Logo

    CHANDRA KIRANA: DINONAKTIFKAN SEBAGAI ANGGOTA DPR,TIDAK BERARTI DIBERHENTIKAN DAN MENGHILANGKAN HAKNYA DI DPR

    REDAKSI
    , 9/01/2025 11:55:00 AM WIB Dilihat: ... Last Updated 2025-09-01T06:24:14Z

    GNTV INDONESIA, JAKARTA || Penonaktifan Anggota DPRRI Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach(Partai Nasdem), Kemudian di Susull Eko Patrio dan Uya Kuya (PAN) dan yang terakhir Adies Kadir(Partai Golkar),Hal ini Disikapi oleh Ketua Umum Seknas KPPJustitia sekaligus berprofesi sebagai seorang Advokat, Chandra Kirana, S.H., CP.NNLP., CH., CHt, CM.NNLP atau CK ia biasa dipanggil,mengatakan istilah nonaktif bagi anggota DPR tidak dikenal dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).


    Menurut CK, tindakan partai Nasdem,PAN dan Golkar yang mengumumkan  menonaktifkan kadernya partai di DPR lebih merupakan kebijakan internal didalam Partai, bukan melaksanakan mekanisme hukum  langsung pada status keanggotaan partai-partai tersebut di DPR-RI.

    “Dalam Undang-Undang MD3 tidak tidak akan ditemukan frasa dan istilah nonaktif. Yang ada hanya diberhentikan melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW),” kata CK saat dihubungi via Seluker di Jakarta pada Minggu, 31 Agustus 2025 .


    Ia memperjelas,proses Pemberhentian melalui Mekanisme PAW  secara jelas telah diatur dalam Pasal 239 UU Nomor 17 Tahun 2014 jo. UU Nomor 13 Tahun 2019.  Mekanismenya dimulai dari usulan resmi yang disampaikan oleh partai yang bersangkutan kepada pimpinan DPR, kemudian diteruskan kepada presiden. Presiden menindak lanjuti dengan mengeluarkan Surat Keputusan Presiden(Kepres) untuk memberhentikan anggota DPR yang bersangkutan sekaligus menetapkan penggantinya, yaitu calon legislatif dengan suara terbanyak dibawah Anggota yang di PAW pada daerah pemilihan yang sama pada Pemilu terakhir.


    Selama Mekanisme tersebut belum dilakukan, CK menegaskan bahwa anggota DPR yang dinyatakan Non Aktif oleh partainya tetap sah sebagai anggota dewan dan semua gaji,fasilitas,tunjangan dan lain-lain sebagai Hak  Anggota DPR tetap bisa didapatkan Karena penonaktifan dilakukan oleh Partai bukan melalui Mekanisme pemberhentian PAW. Istilah nonaktif tidak memiliki konsekuensi hukum apa pun kecuali di PAW, Ujarnya.


    Kemudian CK menambahkan, "Istilah "Non Aktif" menunjukkan keragu-raguan Partai melakukan tindakan terhadap Kadernya,Karena kalau dicermati istilah "Nonaktif" dari anggota DPR, berarti kader partai tersebut tidak lagi dapat menjalankan fungsi dan haknya sebagai anggota DPR untuk sementara waktu, Namun secara Hukum statusnya sebagai anggota Di DPR tetap ada. Atau bisa juga Partai dari Anggota DPR seperti Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya dan Adies Kadir menonaktifkan mereka sambil menunggu Proses keluarnya Kepres baru akan dilakukan PAW,Namun Hal tersebut juga tidak disampaikan dan dijelaskan kepada Publik," Tutur CK.


    "Demi menjaga marwah pribadi dan kredibilitas partai, anggota DPR yang dinonaktifkan tersebut sebaiknya memilih mengundurkan diri secara sukarela dan disampaikan secara langsung dimedia. “Hal demikian akan jauh lebih terhormat karena untuk memberi kepastian hukum sekaligus menunjukkan tanggung jawabnya kepada publik, yang saat ini resah akibat kegaduhan yang telah diciptakannya” ucap CK.


    CK kembali menyampaikan,"Seharusnya partai politik tidak memainkan istilah dan atau Mekanisme  yang tidak diatur dalam UU MD3,Tegas Gunakan istilah formal yang sudah ditentukan dalam UU MD3 agar tidak ambigu dan abu-abu. Bilamana partai yang menonaktifkan kadernya dari DPR hanya sebatas drama untuk meredam kemarahan sesaat Massa saja,Dikwatirkan nantinya akan berakibat pada kredibilitas,Kepercayaan masyarakat terhadap reputasi partai itu sendiri dimasa mendatang,” kata CK.


    "Jadi penonaktifan anggota DPR Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio hingga Uya Kuya dan Adies Kadie hanya sekedar untuk meredam amarah publik sesaat,Kemudian diaktifkan kembali setelah suasana kembali normal/kondusif, Maka Hal tersebut akan kembali melukai hati Rakyat pada saat itu dan akan semakin menimbulkan ketidak kondusifan dikemudian hari. Kejadian saat ini seharusnya dijadikan sebagai pelajaran untuk melakukan pembenahan pada tatanan Eksekutif,Yudikatif dan Legislatif serta mereformasi DPR sebagai Lembaga Wakil Rakyat dan POLRI sebagai Lembaga Penegak Hukum yang menyatu dengan kearifan lokal masyarakat yang seharusnya," Tegas CK  mengakhiri Wawancara.


    Jurnalis : Revie 
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    NamaLabel

    +