GNTV INDONESIA KETAPANG, KALBAR || Audiensi terkait sengketa lahan seluas 2.500 hektar di Desa Kemuning Biutak, Kecamatan Matan Hilir Selatan (MHS), Kabupaten Ketapang, kembali memunculkan kekecewaan mendalam. LBH Rumah Hukum Indonesia (RHI) menilai sikap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ketapang tidak serius menyelesaikan konflik agraria yang sudah bertahun-tahun membelit masyarakat.
Senin (25/8/2025), delapan warga bersama Ketua LBH RHI, Ahmad Upin Ramadhan, mendatangi Kantor Bagian Hukum Setda Ketapang. Audiensi itu sendiri awalnya berangkat dari surat resmi LBH RHI bernomor 01/LBH-DPD RHI/Audiensi/XIII/2025 yang ditujukan kepada Bupati, Sekda, dan Kepala BPN. Namun undangan dari Pemkab justru datang hanya melalui pesan WhatsApp dari seorang staf bernama “Bu Tata”.
Hadir dalam pertemuan itu Kabag Hukum Setda, Asisten II, perwakilan BPN, Kabid Dinas Perkebunan, dan perwakilan Dinas PUPR. Ironisnya, pihak perusahaan yang dipersoalkan, PT Hungarindo Persada (HS), justru mangkir dari undangan.
Pemkab Dinilai Lemah dan Tidak Netral
Ahmad Upin menegaskan, BPN sebelumnya sudah dua kali menjawab resmi bahwa lahan 2.500 hektar di Kemuning Biutak bukan HGU dan hanya tanah garapan. Fakta hukum ini mestinya menjadi dasar Pemkab bersikap. Namun, pernyataan mengejutkan datang dari Asisten II yang menyebut surat BPN tersebut “tidak memiliki dasar hukum yang kuat” dan menyarankan masyarakat menggugat ke pengadilan.
“Tidak semua perkara harus dilempar ke pengadilan. Pemkab seharusnya bisa hadir sebagai mediator dan penegak aturan, bukan malah cuci tangan. Fakta di lapangan jelas menunjukkan pelanggaran UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan: perusahaan tidak memiliki IUP maupun HGU. Itu bukan hal sepele, itu kejahatan korporasi,” tegas Ahmad Upin dengan nada keras.
Audiensi Tanpa Notulen: Bukti Ketidakseriusan
Kekecewaan makin dalam ketika LBH RHI meminta notulen resmi audiensi. Namun Kabag Hukum Setda justru menjawab bahwa notulen tidak ada karena ini hanya audiensi biasa.
“Bagaimana mungkin pertemuan resmi yang membahas konflik lahan besar bisa tanpa notulen? Ini menandakan Pemkab memang tidak berniat serius menyelesaikan masalah rakyat,” kecam Ahmad Upin.
Diperkuat Mantan Camat
Dalam audiensi itu, hadir pula mantan Camat MHS, H. Hamizar Yahya, BA, yang ikut mendampingi masyarakat. Ia menegaskan keterangan LBH RHI, bahwa sejarah penguasaan lahan memang bermasalah dan perusahaan tidak pernah mengantongi izin sah.
Catatan Kritis
Kasus lahan 2.500 hektar di Desa Kemuning Biutak bukan perkara kecil. Mangkirnya perusahaan, lemahnya sikap Pemkab, dan abainya pencatatan resmi pertemuan, menambah catatan buruk dalam penanganan konflik agraria di Ketapang. LBH RHI menilai Pemkab justru memberi ruang bagi perusahaan untuk terus beroperasi tanpa izin dan melawan hukum.
Junarlis : Mr.Den73